Thursday, 12 September 2019


Klasifikasi Bahan-Bahan Kimia

Menurut PP No  74 Tahun 2001, Klasifikasi Bahan-Bahan Kimia:
1.     Mudah meledak (explosive);
2.     Pengoksidasi (oxidizing);
3.     Sangat mudah sekali menyala ( extremely flammable );
4.     Sangat mudah menyala ( highly flammable );
5.     Mudah menyala (flammable);
6.     Amat sangat beracun (extremely toxic );
7.     Sangat beracun ( highly toxic);
8.     Beracun (moderately Toxic );
9.     Berbahaya (harmful );
10. Korosif (corrosive);
11. Bersifat iritasi (iritant);
12. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment);
13. Karsinogenik (carcinognenic );
14. Teratogenik (teratogenic);
15. Mutagenik (mutagenic).

1.       Mudah meledak (explosive)
Mudah meledak (explosive) adalah bahan yang pada suhu dan tekanan standar (25oC, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya. Pengujiannya dapat dilakukan dengan menggunakan Differential Scanning Calorymetry (DSC) atau Differential Thermal Analysis (DTA), 2,4-dinitrotoluena atau Dibenzoil-peroksida sebagai senyawa acuan. Dari hasil pengujian tersebut akan diperoleh nilai temperatur pemanasan. Apabila nilai temperatur pemanasan suatu bahan lebih besar dari senyawa acuan, maka bahan tersebut diklasifikasikan mudah meledak.

2.       Pengoksidasi (oxidizing)
Pengujian bahan padat yang termasuk dalam kriteria bahan pengoksidasi dapat dilakukan dengan metoda uji pembakaran menggunakan ammonium persulfat sebagai senyawa standar. Sedangkan untuk bahan berupa cairan, senyawa standar yang digunakan adalah larutan asam nitrat. Dengan pengujian tersebut, suatu bahan dinyatakan sebagai bahan pengoksidasi apabila waktu pembakaran bahan tersebut sama atau lebih pendek dari waktu pembakaran senyawa standar.

3.       Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable)
Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable) adalah bahan baik berupa padatan maupun cairan yang memiliki titik nyala di bawah 0oC dan titik didih lebih rendah atau sama dengan 35oC.

4.       Sangat mudah menyala (highly flammable)
Sangat mudah menyala (highly flammable) adalah B3 baik berupa padatan maupun cairan yang memiliki titik nyala 0oC – 21oC.

5.       Mudah menyala (flammable)
Mudah menyala (flammable) mempunyai salah satu sifat sebagai berikut :
a.                 Berupa cairan
Bahan berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan atau pada titik nyala (flash point) tidak lebih dari 60oC (140oF) akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg. Pengujiannya dapat dilakukan dengan metode “Closed-Up Test”.
b.              Berupa padatan
Bahan yang bukan berupa cairan, pada temperatur dan tekanan standar (250C, 760 mmHg) dengan mudah menyebabkan terjadinya kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus dalam 10 detik. Selain itu, suatu bahan padatan diklasifikasikan Bahan mudah terbakar apabila dalam pengujian dengan metode “Seta Closed-Cup Flash Point Test” diperoleh titik nyala kurang dari 40oC.

6.       Beracun (moderately toxic)
Bahan yang bersifat racun bagi manusia akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.

Gambar 1. Tingkatan Racun B3

7.       Berbahaya (harmful)
Berbahaya (harmful) adalah bahan baik padatan maupun cairan ataupun gas yang jika terjadi kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu.

8.       Korosif (corrosive)
Bahan yang bersifat korosif mempunyai sifat antara lain :
(1) Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit;
(2) Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja SAE 1020 dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55oC;
(3) Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk B3 bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.

9.       Bersifat iritasi (irritant)
Bersifat iritasi (irritant) Bahan baik padatan maupun cairan yang jika terjadi kontak secara langsung, dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan kulit atau selaput lendir dapat menyebabkan peradangan.

10.   Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment)
Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment) bahaya yang ditimbulkan oleh suatu bahan seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan.
     Karsinogenik (carcinogenic) adalah sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel liar yang dapat merusak jaringan tubuh.
 Teratogenik (teratogenic) adalah sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan embrio.
  Mutagenik (mutagenic) adalah sifat bahan yang menyebabkan perubahan kromosom yang berarti dapat merubah genetika.

11.   Klasifikasi berdasarkan label
      Beberapa perusahaan bahan kimia telah memberi simbul dan label tentang sifat bahan kimia dan tingkat bahayanya.
Gambar 2. National Fire Protection Association (NFPA)  



Friday, 6 September 2019

THICKENING

Thickening merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengurangi volume lumpur dengan cara membuang supernatannya sekaligus  meningkatkan  konsentrasi padatan  di  dalam  lumpur. Proses  ini  dapat  dilakukan menggunakan  peralatan  antara  lain  gravity  thickener,  gravity  belt thickener, rotary drum, separator, centrifuge, dan flotator.
Sludge  thickening  adalah  alat  yang  berfungsi  untuk mengurangi kadar air (liquid) dalam lumpur, sehingga menambah kandungan  solid  (padatan)  dalam  lumpur.  Jika konsentrasi solid dalam lumpur semula sebesar 2% maka setelah thickening, konsentrasi padatan dalam lumpur akan bertambah menjadi 5%.
      Thickening terbagi atas 3 macam, yiatu:
1.      Gravity Thickening
2.      Centrifuge Thickening
3.      Flotation Thickening

Gambar 1. Proses Thickening

 1.   Gravity Thickening
 Metode  mengandalkan  pada  prinsip  gravitasi untuk memisahkan air dari dalam lumpur. Tujuannya untuk mengkonsentrasi solid underflow dan mereduksi volume lumpur Aliran lumpur berasal dari sistem aerasi diarahkan ke pusat dengan baik  dan  di desain  sedemikian rupa.
Sampah  yang  dikumpulkan  di  bagian  bawah tangki  diperbolehkan  untuk  menetap,  menjadi  memadat dan kemudian  dipompa  keluar  dari  pipa  outlet limbah bawah. Biasanya  ada bendungan dan saluran untuk air keluar dan meluap, gerakan berputar  melingkar  untuk  menciptakan  efek  pengadukan  lambat.  Hasilnya  dengan  melakukan  ini  maka  akan memastikan  bahwa  pemadatan  akan  terjadi  dan  mendapatkan lumpur  untuk  menuju ke  bawah.
Gravity thickening biasanya dalam bentuk silinder dengan kedalaman ±3.00 meter dengan dasar berbentuk kerucut untuk memudahkan pengurasan lumpur dengan waktu detensi selama 1 hari. Tujuan penggunaan adalah mengurangi volume lumpur hingga (30-60)% dan mengkonsentrasikan solid underflow. Gravity thickener berbentuk lingkaran menyerupai bak sedimentasi.
Gambar 2. Gravity thickener

2.     Centrifuge Thickening
     Centrifuge ini dapat digunakan pada tahapan thickening. Merupakan percepatan dari proses sedimentasi dengan bantuan gaya sentrifugal dan bekerja secara kontinyu. Centrifugation dibagi menjadi tiga yaitu solid bowl decanter, basket type, dan nozzle separator.
Gambar 3. Centrifugation Thickener

3.        Flotation Thickening
        Flotation thickening merupakan salah satu metode mengurangi volume lumpur dengan
cara flotasi. Gelembung udara > dilarutkan dengan tekanan tinggi > tekanan dibebaskan >
gelembung udara naik > menempel pada gumpalan lumpur > naik ke permukaan atas bak > 
lumpur terkonsentrasi & tersisihkan   Tekanan tipikal pada reaktor ini sebesar (345-483) kPa
atau (3,4-4,8) atm. Variabel utama :
a.        Rasio resirkulasi
b.       Konsentrasi solids influen
c.        Rasio udara/solids
d.       Kecepatan pembebanan hidrolis
Gambar 4. Flotation Thickener






PENYEBAB PENYAKIT MALARIA

  Malaria merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit yang disebut plasmodium. Parasit tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui perantara nyamuk Anopheles sp. betina dan berkembang biak di hati lalu menginfeksi sel darah merah (DepKes, 2003). Terdapat empat jenis spesies protozoa yang menyebabkan penyakit malaria, antara lain Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae. Jenis parasit Plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi malaria yang dapat menyebabkan kematian (Harijanto, 2011). Infeksi dari parasit tersebut mengakibatkan tubuh menjadi kejang dan koma. Apabila tidak ditangani dengan cepat dan tepat dalam waktu 24 jam maka prognosis untuk infeksi Plasmodium falciparum akan berakhir dengan kematian (Medical Disability Guidelines, 2009).

1. Nyamuk Anopheles sp.
   Malaria merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. Di dunia terdapat ± 20 spesies Anopheles sp. yang menjadi penular malaria, 17 spesies diantaranya terdapat di Indonesia. Nyamuk penyebab malaria umumnya menggigit manusia pada malam hari, penularan akan lebih intensif terjadi di daerah yang memungkinkan plasmodium dapat berkembang biak dengan baik dan nyamuk lebih menyukai darah manusia dibandingkan darah hewan.
Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. secara umum seperti berikut ini:
Kingdom : Animalia
Filum : Invertebrata
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culcidae
Genus : Anophelini
Spesies : Anopheles sp.

Gambar 1. Nyamuk Anopheles Sp.

2. Siklus Hidup Nyamuk Anopheles sp.
  Nyamuk merupakan jenis serangga yang mengalami metamorfosis secara sempurna karena mengalami empat tahap dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Tahapan yang dialami yaitu tahap telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa. Telur nyamuk akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari pada suhu 20-40 °C. Faktor yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva, antara lain suhu, tempat, keadaan air, dan kandungan zat makanan. Pada kondisi yang optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 4-9 hari. Proses pupa menjadi nyamuk dewasa selama 2-3 hari sehingga waktu yang dibutuhkan dari telur hingga mnejadi nyamuk dewasa yaitu 7-14 hari (Hoedojo, 1998).
Gambar 2. Siklus Hidup Nyamuk Anopheles sp. betina